Jaga di IGD atau poli, tiba-tiba ada pasien atau keluarga pasien yang datang dengan “mode api”, marah-marah karena menunggu lama atau tidak puas dengan pelayanan. Familiar dengan skenario ini? Sebagai mahasiswa kedokteran, menghadapi pasien yang sulit atau emosional adalah salah satu skill yang harus kita kuasai, dan ini sering banget diuji di OSCE, lho.
Reaksi pertama kita mungkin ingin defensif atau bahkan ikut terpancing emosi. Eits, tahan dulu! Marah dibalas marah hanya akan memperkeruh suasana. Medi di sini mau kasih bocoran strategi jitu untuk meredakan situasi, membangun kembali kepercayaan, dan menunjukkan bahwa Bro Sis adalah calon dokter yang profesional dan empatik. Yuk, kita pelajari bersama!
Mengapa Pasien Marah? Pahami Akarnya
Langkah pertama sebelum bertindak adalah memahami. Pasien yang marah seringkali bukan karena benci pada kita secara personal. Kemarahan mereka adalah manifestasi dari perasaan lain yang lebih dalam. Bisa jadi mereka merasa:
- Cemas dan Takut: Khawatir dengan kondisi kesehatannya atau ketidakpastian diagnosis.
- Frustrasi: Merasa tidak didengar atau karena proses yang berbelit-belit.
- Tidak Berdaya: Merasa kehilangan kontrol atas tubuh dan kesehatannya.
Ketika kita sadar bahwa di balik amarah itu ada rasa takut dan cemas, perspektif kita akan berubah. Tujuan kita bukan untuk “melawan” pasien, melainkan untuk memahami dan membantunya melewati momen sulit tersebut.
PEARLS: 6 Jurus Komunikasi Penuh Empati
Untuk menghadapi situasi panas ini, ada satu kerangka komunikasi yang sangat ampuh dan mudah diingat, yaitu PEARLS. Anggap saja ini adalah “mutiara” kebijaksanaan dalam berkomunikasi. Mari kita bedah satu per satu.
1. P – Partnership (Kemitraan)
Tunjukkan bahwa Bro Sis dan pasien berada di tim yang sama. Gunakan kata “kita” untuk membangun rasa kebersamaan. Contoh: “Baik, Pak. Mari kita coba cari tahu bersama apa yang bisa kita lakukan untuk mengatasi keluhan Bapak.” Ini secara psikologis mengubah posisi dari “Anda vs Saya” menjadi “Kita vs Masalah”.
2. E – Empathy (Empati)
Ini adalah kunci utamanya. Akui dan tunjukkan bahwa Bro Sis memahami perasaan pasien. Coba katakan, “Saya bisa mengerti mengapa Bapak merasa frustrasi karena harus menunggu cukup lama. Pasti tidak nyaman sekali.” Kalimat ini menunjukkan bahwa Bro Sis mendengarkan dan peduli.
3. A – Apology (Permintaan Maaf)
Meminta maaf bukan berarti mengakui kesalahan fatal. Bro Sis bisa meminta maaf atas pengalaman tidak menyenangkan yang dialami pasien. Contoh: “Saya mohon maaf atas ketidaknyamanannya karena harus menunggu, Pak. Terima kasih banyak sudah bersabar.” Permintaan maaf yang tulus bisa meredakan ketegangan secara instan.
4. R – Respect (Rasa Hormat)
Hargai pasien sebagai individu, termasuk usaha yang telah mereka lakukan. Misalnya, jika pasien sudah mencari informasi sendiri di internet, jangan langsung menyalahkannya. Katakan, “Saya menghargai sekali usaha Ibu yang sudah aktif mencari informasi. Itu menunjukkan Ibu sangat peduli dengan kesehatan Ibu.”
5. L – Legitimation (Validasi)
Validasi perasaan pasien dengan mengatakan bahwa emosi mereka wajar. Ini membuat pasien merasa dimengerti. Contoh: “Siapapun di posisi Bapak, yang sedang menahan sakit dan harus menunggu, pasti akan merasa khawatir dan tidak sabar. Perasaan Bapak sangat bisa dimengerti.”
6. S – Support (Dukungan)
Setelah menunjukkan empati dan validasi, tegaskan kembali peran Bro Sis untuk membantu. Arahkan pembicaraan ke solusi. “Saya di sini untuk membantu Bapak. Mari sekarang kita fokus pada apa yang bisa kita lakukan untuk menangani keluhan utama Bapak saat ini, ya.”
Kesimpulan: Dari Konflik Menjadi Koneksi
Bro Sis, menghadapi pasien yang marah adalah kesempatan emas untuk melatih soft skill terpenting seorang dokter: empati. Ingat tiga langkah praktisnya: Dengarkan hingga pasien selesai meluapkan emosinya, Validasi perasaan mereka dengan tulus, lalu Arahkan kembali fokus ke tujuan pemeriksaan
Dengan menerapkan kerangka PEARLS, Bro Sis tidak hanya akan berhasil menenangkan pasien, tetapi juga mengubah potensi konflik menjadi sebuah koneksi yang kuat. Pasien akan merasa lebih dihargai, dan Bro Sis bisa melanjutkan anamnesis dan pemeriksaan dengan lebih lancar.
Tentu saja, untuk melakukan pemeriksaan yang akurat, Bro Sis butuh alat yang andal. Pemeriksaan tanda-tanda vital dengan tensimeter dan termometer yang presisi adalah langkah awal yang krusial.
Pastikan Bro Sis selalu siap dengan alat diagnostik terbaik dari Medtools. Butuh set diagnostik baru yang lengkap dan berkualitas? Hubungi Medi sekarang juga via WhatsApp di 087765915105 untuk pemesanan!
Tetap tenang dan profesional, Bro Sis!
Penulis : Andika Chris Ardiansyah
0 Comments